Penghapusan Outsourcing Tenaga Kerja
Photo Vivanews



 Pada acara peringatan Hari Buruh Sedunia, Sabtu, 1 Mei 2010, pemerintah pusat melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) berencana memperketat atau bahkan menghapus sistem kerja outsourcing (sistem kontrak). Rencana penghapusan outsourcing tersebut akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2012.

Pengusaha kembali mengeluhkan hal ini karena sistem outsourcing dinilai paling ideal melihat kondisi perekonomian dan dunia usaha saat ini.

 Namun menurut bos Maspion Group ini, sistem outsourcing justru merupakan sistem paling fair karena setiap detil produktifitas buruh akan sangat mempengaruhi upah yang diterimanya. Bagi buruh yang produktif, sistem outsourcing justru sangat menguntungkan. Dia meyakini upah yang diterima seorang buru produktif jauh lebih layak dibanding dia sistem pengupahan flat melalui status karyawan.

Alim  Markus menekankan, kalangan pengusaha tentu diragukan bila harus mengupah buruh yang kurang produktif sama dengan upah buruh produktif. Hal ini, menurut Alim Markus , justru akan mematikan produktifitas buruh itu sendiri. “Kalau itu yang diminta jelas pengusaha tidak mau. Mending tidak usah merekrut saja dan kita pertahankan beberapa yang produktif. Bukakah dengan begitu pengangguran mlah akan bertambah,” tukasnya.

 Menanggapi hal tersebut, Ketua Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jawa Timur, Jamaludin, menegaskan pihaknya akan terus menentang segala upaya penerapan sistem outsourcing di Indonesia. “Bagi kami pola outsourcing sama halnya perbudakan dalam bentuk yang lebih modern. Menolaknya adalah harga mati bagi kami,” ujarnya.

 Hingga saat ini, dalam catatan ABM Jatim, setidaknya adala lebih dari 3,25 juta buruh Jatim yang masih berstatus tenaga outsourcing dan hanya 1,75 juta saja yang telah diakui sebagai karyawan tetap. Catatan tersebut, menurut Jamaludin, jauh lebih besar dari data yang dirilis  Dinas Tenaga Kerja, Transmigrsi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim yang hanya mencatat 2,5 juta tenaga kerja untuk jumlah keseluruhan buruh yang ada di Jatim.

 Jamaludin menegaskan, ABM mendesak angka buruh sebesar itu harus segera dinaikkan statusnya sebagai karyawan tetap seluruhnya tanpa terkecuali. ABM juga menanggapi pesimis terkait rencana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang akan menyempurnakan sistem outsourcing di Indonesia.

  Sementara itu, Local Project Coordinator International Labour Organization (ILO) Jawa Timur, Muhammad Nur, menyatakan bahawa pengawasan terhadap pemenuhan hak dan kewajiban di dalam pola kerjasama outsourcing antara perusahaan dan buruh adalah hal yang paling mendesak. Nur mencontohkan, berbagai permasalahan yang muncul seputar kasus outsourcing adalah karena cederanya perjanjian akibat tidak dipenuhinya hak dan kewajiaan antar salah satu pihak yang bersangkutan. Permasalahan timbul, acapkali karena perusahaan enggan memberikan hak karyawan sesuai dengan kontrak outsourcing yang telah disepakati.
Sumber :Vivanews
  Karena itu, jika persepsi pemerintah dan kalangan pengusaha tidak diubah dalam rangka memandang posisi buruh, Nur meyakini masalah akan terus tercipta meski sistem outsourcing sudah dihapus.

  Yang paling penting untuk segera dibenahi, menurut Muhammad Nur, adalah pola pikir searah yang terkadang semena-mena dari kalangan pemilik modal kepada buruh yang menjadi akar permasalahan.

Artikel Terkait

 
Copyright © 2010. WARTA PERSADA.COM - All Rights Reserved