Showing posts with label Perusahaan. Show all posts
Showing posts with label Perusahaan. Show all posts

Cikarang--Pemerintah Kabupaten Bekasi segera melakukan merger terhadap dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kinerjanya dianggap kurang maksimal.

"BUMD tersebut adalah Bumi Putra Jaya (BPJ) dan Bumi Bekasi Jaya (BBJ). Keduanya tidak jelas posisi kerjanya di mana dan gunanya untuk apa," ujar Wakil Bupati Bekasi Rohim Mintareja di Cikarang, Senin.

Menurutnya, merger kedua badan usaha itu segera diajukan dirinya kepada Bupati Bekasi.

"Konsekuensinya, proses penggabungan akan memangkas jumlah direksi dari kedua lembaga itu yang kini mencapai 44 orang," katanya.

Menurutnya, anggaran untuk dua BUMD itu mencapai Rp10 miliar pertahun untuk kegiatan yang sampai sekarang dinilai tidak jelas.

"Tetapi anggaran pada tahun ini baru kita kasih Rp4,8 miliar dan masing-masing mendapat Rp2,4 miliar," ujarnya.

Menurut Rohim, parameter kinerja BUMD dihitung dari tingkat setoran pendapatan asli daerah (PAD) ke kas daerah.

"Namun sampai sekarang PAD mereka masih tidak maksimal," katanya.

Saat ini, kata dia, masing-masing BUMD memiliki 22 direksi yang tetap dibiayai Pemkab Bekasi sehingga terjdi pemborosan.

"Kalau 44 direksi, tidak mungkinlah. Bagaimana gajinya. Pasti ada pemangkasan jumlahnya," katanya.

Dengan menghabiskan biaya Rp4,8 miliar tanpa menghasilkan apa-apa, dana itu disinyalir hanya digunakan untuk gaji direksi dan sewa kantor.

"Ya mungkin untuk sewa kantor dan gaji saja kali. Saya saja belum tahu kantornya di mana," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bekasi, Hasan Bisri mengatakan, sudah terlalu lama dua BUMD itu tidak produktif.

"Seharusnya, badan usaha tersebut segera dirombak. Buat apa dibangun jika tidak memberikan sumbangsih ke kas daerah," katanya.

Bisri mengatakan, selama keduanya masih disuntik anggaran, maka dana tersebut tidak jelas peruntukannya. Sebaiknya, seluruh dana kedua BUMD tersebut dipakai untuk kegiatan masyarakat. (Afr)
[ Read More ]

Pada saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi IX dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar ditutup, beberapa orang tiba-tiba masuk ke ruangan rapat Komisi IX, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2011).

Saat anggota Komisi IX dan pejabat Kemenakertrans beranjak dari kursi dan keluar dari ruangan rapat, beberapa orang yang mengaku sebagai buruh PT Kanefusa Indonesia membentang spanduk.

Tak ayal, aksi tersebut mengundang perhatian anggota Komisi IX, pejabat Kemenakertrans, dan pengunjung sidang lainnya. Mereka berusaha mendekati, tetapi dihadang oleh pengawal pribadi Muhaimin.

"Tolong perhatikan nasib kami," teriak salah satu buruh sambil menitik air mata.

Muhaimin terlihat masih duduk di kursinya. Ia tidak mempedulikan para buruh yang datang dan melayani pertanyaan yang dilontarkan oleh para wartawan yang menghampiri.

Para buruh yang ada di ruangan Komisi IX tersebut membagikan selebaran. Isinya agar Muhaimin memperhatikan nasib mereka yang telah mogok kerja selama 15 bulan di PT Kanefusa Indonesia yang beralamat di Kabupaten Bekasi.

Para buruh terpaksa mendatangi Muhaimin ke DPR. Sebab, sejak melapor ke Kemenakertrans pada September 2010, Muhaimin tidak kunjung mengunjungi atau melirik persoalan yang dihadapi mereka.
Sumber: inilah.com
[ Read More ]

Saat ini banyaknya kendaraan milik berbagai perusahaan di Kabupaten Bekasi, termasuk yang dipakai untuk antarjemput karyawan yang tidak memiliki izin trayek. Akibatnya Kabupaten Bekasi kehilangan PAD (pendapatan asli daerah) miliaran rupiah per tahunnya dari sektor perizinan trayek dan perpanjangan STNK

Taksirannya, sebut Sekretaris Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Bekasi, Ir Yaya Ropandi, karena angkutan umum berplat hitam milik perusahaan itu tidak memutasi kendaraannya ke plat kuning. Sementara angkutan antarjemput karyawan, sebagian besar didominasi kendaraan atau bus-bus besar dari luar Kabupaten Bekasi.

“Mestinya pengusaha di Kabupaten Bekasi mentaati peraturan dalam organisasi angkutan umum dengan memutasi kendaraannya dari plat hitam ke plat kuning,” tegas Yaya.

Yaya mengamati, kasus ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, bahkan seiring dengan berkembangnya kawasan industri di Kabupaten Bekasi. Namun disesalkan Yaya, beberapa kali ganti kepala dinas, Dinas Perhubungan Kabupaten Bekasi tutup mata atas masalah tersebut.

Dalam pengamatan Organda, sebut Yaya, masing-masing perusahaan memiliki 10 sampai 12 kendaraan antar jemput. Sesuai UU No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, setiap tenaga yang masuk malam berhak mendapat pelayanan antarjemput dari pihak perusahaan. Namun, tegas Yaya, bukan berarti kendaraan itu bebas memakai plat hitam. “Mereka harus memutasi kendaraannya menjadi angkutan umum,” jelasnya.

Kepala Seksi Angkutan Dinas Perhubungan Kabupaten Bekasi, Exel, menanggapi ‘teguran’ Organda tersebut mengaku segera melakukan aksi, di antaranya dengan mengirim surat ke perusahaan di semua kawasan dan zoma industri untuk tidak memberikan order antarjemput karyawan kepada perusahaan bus yang izin trayeknya bukan di Kabupaten Bekasi, juga tidak memberikannya kepada kendaraan plat hitam.
Sumber: Post Kota
[ Read More ]


 Penghapusan Outsourcing Tenaga Kerja
Photo Vivanews



 Pada acara peringatan Hari Buruh Sedunia, Sabtu, 1 Mei 2010, pemerintah pusat melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) berencana memperketat atau bahkan menghapus sistem kerja outsourcing (sistem kontrak). Rencana penghapusan outsourcing tersebut akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2012.

Pengusaha kembali mengeluhkan hal ini karena sistem outsourcing dinilai paling ideal melihat kondisi perekonomian dan dunia usaha saat ini.

 Namun menurut bos Maspion Group ini, sistem outsourcing justru merupakan sistem paling fair karena setiap detil produktifitas buruh akan sangat mempengaruhi upah yang diterimanya. Bagi buruh yang produktif, sistem outsourcing justru sangat menguntungkan. Dia meyakini upah yang diterima seorang buru produktif jauh lebih layak dibanding dia sistem pengupahan flat melalui status karyawan.

Alim  Markus menekankan, kalangan pengusaha tentu diragukan bila harus mengupah buruh yang kurang produktif sama dengan upah buruh produktif. Hal ini, menurut Alim Markus , justru akan mematikan produktifitas buruh itu sendiri. “Kalau itu yang diminta jelas pengusaha tidak mau. Mending tidak usah merekrut saja dan kita pertahankan beberapa yang produktif. Bukakah dengan begitu pengangguran mlah akan bertambah,” tukasnya.

 Menanggapi hal tersebut, Ketua Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jawa Timur, Jamaludin, menegaskan pihaknya akan terus menentang segala upaya penerapan sistem outsourcing di Indonesia. “Bagi kami pola outsourcing sama halnya perbudakan dalam bentuk yang lebih modern. Menolaknya adalah harga mati bagi kami,” ujarnya.

 Hingga saat ini, dalam catatan ABM Jatim, setidaknya adala lebih dari 3,25 juta buruh Jatim yang masih berstatus tenaga outsourcing dan hanya 1,75 juta saja yang telah diakui sebagai karyawan tetap. Catatan tersebut, menurut Jamaludin, jauh lebih besar dari data yang dirilis  Dinas Tenaga Kerja, Transmigrsi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim yang hanya mencatat 2,5 juta tenaga kerja untuk jumlah keseluruhan buruh yang ada di Jatim.

 Jamaludin menegaskan, ABM mendesak angka buruh sebesar itu harus segera dinaikkan statusnya sebagai karyawan tetap seluruhnya tanpa terkecuali. ABM juga menanggapi pesimis terkait rencana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang akan menyempurnakan sistem outsourcing di Indonesia.

  Sementara itu, Local Project Coordinator International Labour Organization (ILO) Jawa Timur, Muhammad Nur, menyatakan bahawa pengawasan terhadap pemenuhan hak dan kewajiban di dalam pola kerjasama outsourcing antara perusahaan dan buruh adalah hal yang paling mendesak. Nur mencontohkan, berbagai permasalahan yang muncul seputar kasus outsourcing adalah karena cederanya perjanjian akibat tidak dipenuhinya hak dan kewajiaan antar salah satu pihak yang bersangkutan. Permasalahan timbul, acapkali karena perusahaan enggan memberikan hak karyawan sesuai dengan kontrak outsourcing yang telah disepakati.
Sumber :Vivanews
  Karena itu, jika persepsi pemerintah dan kalangan pengusaha tidak diubah dalam rangka memandang posisi buruh, Nur meyakini masalah akan terus tercipta meski sistem outsourcing sudah dihapus.

  Yang paling penting untuk segera dibenahi, menurut Muhammad Nur, adalah pola pikir searah yang terkadang semena-mena dari kalangan pemilik modal kepada buruh yang menjadi akar permasalahan.
[ Read More ]



warta persada


Pada hari ini Senin,9 Mei 2011.Sekitar 1.500 buruh pabrik PT Coca Cola Amatil Indonesia menuntut kenaikan upah yang disesuaikan dengan masa kerja.  Buruh Coca Cola yang mayoritas berasal dari bagian produksi dan pemasaran di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) itu berencana menggelar aksi protes selama lima hari, mulai Senin- Jumat terhitung hari ini.

Ketua Serikat Pekerja PT Coca Cola Ruslani mengatakan buruh memprotes sistim pengupahan yang tidak adil.  "Mereka yang sudah bekerja 20 tahun diupah sama dengan buruh yang baru masuk, sama-sama Rp 1,4 juta per bulan," kata Ruslani saat berunjuk rasa di halaman PT Coca Cola Amatil Indonesia di Cibitung, Kabupaten Bekasi.  Selama aksi  yang berlangsung dari pagi sampai sore, Karyawan  tidak masuk kerja.

Selain permasalahan kenaikan upah  terdapat juga permasalahan tentang pengelolaan limbah  antara manajemen dan koperasi karyawan.

Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) PT Cocacola Botling Indonesia dan merangkap  ketua Serikat Pekerja Ruslani mengatakan, kesejateraan karyawan/pekerja berada dipungung koperasi karyawan karena selama ini Kopkar menangani limbah sisa produksi.

Menurut para pengunjuk rasa, selama ini keuntungan penjualan limbah oleh Kopkar yang dijual kepihak ke tiga bisa menambah permodalan koperasi hingga menambah modal untuk simpan pinjam maupun digunakan untuk membeli peralatan rumah tangga tanpa harus merogoh kocek para karyawan.

Dari teriakan yang di lontarkan pengunjuk rasa didapatkan kalimat seperti berikut ini “PT CCBI sudah punya untung besar dari penjualan minuman, maka jangan merebut rezeki karyawan yang selama ini banyak membantu kesejahteraan karyawan dan mendapatkan ketenangan bekerja”.

Salah seorang staf PT CCBI yang keberatan disebut namanya mengatakan, pihak manajemen mengambil alih penjualan limbah, tidak merugikan karyawan sama sekali.  Karena pihak manajemen, juga memberi kelebihan dari penjualan limbah yang diperhitungkan selama 1 tahun. Pihak manajemen Kemudian mengambil alih penjualan limbah, dan sejak itu tidak lagi ada aksi demo.


warta persada


Sementara itu Danramil Cibitung, Kapten Inf Nandang N, SH yang ditemui di sela-sela aksi unjuk rasa mengatakan, karyawan yang melakukan unjuk rasa di era demokrasi sah-sah saja, asalkan unjuk rasa dilakukan secara tertib dan tidak terpancing untuk melakukan tindakan anarkis.

[ Read More ]

 
Copyright © 2010. WARTA PERSADA.COM - All Rights Reserved