Sejarah tutur atau secara turun temurun menyebutkan bahwa masjid Al-Mujahidin di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) ini dibangun pertama kali oleh Pangeran Senapati, salah satu keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Konon di tahun 1619M Pangeran Jayakarta memerintahkan Pangeran Senapati menyelamatkan diri dari kepungan Belanda, paska kekalahan Sunda Kelapa dalam perang melawan Belanda di bulan April-Mei 1619M, sekaligus membangun pertahanan di kawasan pesisir dan pedalaman. Maka dimulailah perjalanan panjang Pangeran Senapati bersama pasukannya menyusuri pantai utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di sebuah kawasan hutan jati.
Di kawasan hutan jati itulah kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang masih menyertainya. Beliau menganggap kawasan hutan lebat itu sebagai lokasi persembunyian yang aman dari kejaran pasukan Belanda. Termasuk untuk tinggal mengembangkan keluarga dan keturunan. Babat alas dimulai untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama Cibarusah. Kata Cibarusah sendiri konon berasal dari kalimat berbahasa sunda “Cai baru sah”.
Dikisahkan bahwa ketika masjid masjid telah didirikan, jemaah kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi sarat sah untuk bersuci sebelum menunaikan sholat. Ketika pencarian sumber air berhasil menemukan sumber air bersih salah satu ulama yang menyertai Pangeran Senopati berujar dalam bahasa Sunda “nah ieu’ CAI’ BARU SAH” yang berarti “Nah ini airnya baru sah” maksudnya sah secara syar’i untuk keperluan bersuci. Kalimat “CAI’ BARU SAH” itulah yang kemudian menjadi CI BARU SAH. Sedangkan nama kampung ‘Babakan’ berasal dari kata ‘Bukbak’ dalam bahasa sunda yang berarti membersihkan.
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Pangeran Senopati tersebut berbahan utama kayu jati yang ketika itu melimpah disana. Tak jauh dari masjid dibangun sebuah kolam penampung air bersih berukuran kira kira 20 x 30m untuk menampung air bersih yang dialirkan dari sumbernya menggunakan pipa pipa bambu dan saluran yang dibangun secara bergotong royong. Riwayat tutur menyangkut sejarah masjid ini terputus sampai disitu. Hingga saat ini keturuan Pangeran Sena masih ada di KBC, keluarga beliau dapat dikenali dengan gelar ‘Raden’ yang disematkan kepada nama mereka masing masing. Pangeran Senopati wafat dan dimakamkan di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) dan dikenal dengan sebutan Makam Embah Uyut Sena.
[ Read More ]
Di kawasan hutan jati itulah kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang masih menyertainya. Beliau menganggap kawasan hutan lebat itu sebagai lokasi persembunyian yang aman dari kejaran pasukan Belanda. Termasuk untuk tinggal mengembangkan keluarga dan keturunan. Babat alas dimulai untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama Cibarusah. Kata Cibarusah sendiri konon berasal dari kalimat berbahasa sunda “Cai baru sah”.
Dikisahkan bahwa ketika masjid masjid telah didirikan, jemaah kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi sarat sah untuk bersuci sebelum menunaikan sholat. Ketika pencarian sumber air berhasil menemukan sumber air bersih salah satu ulama yang menyertai Pangeran Senopati berujar dalam bahasa Sunda “nah ieu’ CAI’ BARU SAH” yang berarti “Nah ini airnya baru sah” maksudnya sah secara syar’i untuk keperluan bersuci. Kalimat “CAI’ BARU SAH” itulah yang kemudian menjadi CI BARU SAH. Sedangkan nama kampung ‘Babakan’ berasal dari kata ‘Bukbak’ dalam bahasa sunda yang berarti membersihkan.
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Pangeran Senopati tersebut berbahan utama kayu jati yang ketika itu melimpah disana. Tak jauh dari masjid dibangun sebuah kolam penampung air bersih berukuran kira kira 20 x 30m untuk menampung air bersih yang dialirkan dari sumbernya menggunakan pipa pipa bambu dan saluran yang dibangun secara bergotong royong. Riwayat tutur menyangkut sejarah masjid ini terputus sampai disitu. Hingga saat ini keturuan Pangeran Sena masih ada di KBC, keluarga beliau dapat dikenali dengan gelar ‘Raden’ yang disematkan kepada nama mereka masing masing. Pangeran Senopati wafat dan dimakamkan di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) dan dikenal dengan sebutan Makam Embah Uyut Sena.